"Hiduplah seakan engkau akan mati besok. Belajarlah
seakan engkau akan hidup selamanya" - Mahatma Gandhi
Tulisan ini akan bercerita tentang
perjalanan pendidikan aku bersama guru-guru favourit dan pengajar yang berkesan
bagi kehidupanku. Here they are...
Ibu Ani, guru pertama yang aku
temui saat aku masih di Taman Kanak-Kanak “Asuhan Bunda”. TK yang kecil dan
sederhana. Beliau bukan satu-satunya guru yang mengajarku, tapi aku sangat
berterimakasih padanya karena walaupun aku hanya TK 1 tahun, beliau tetap
perhatian sama aku. hihi. Berkat beliau aku bisa membaca tulis lebih cepat.
Umur 5,5th aku udah bisa SD. hehe
Bu Suluro, guru kelas 1
disekolahku selanjutnya MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri) Kalisari. Saat itu, tahun
1997, jarang banget sekolah religi seperti ini, dan jarang pula orang tua yang
mempercayakan anaknya untuk belajar di sekolah ini. Akulah angkatan pertama.
Aku sangat appreciate karena beliau beserta tim guru lainnya dengan percaya
diri mengajar di sekolah minoritas. Beliaulah yang menemukan bakatku bernyanyi
dan berorganisasi. Melalui tangannyalah aku berhasil tampil bernyanyi disebuah
grup Qosidah dan menjadi anggota pramuka.
Guru non-formalku adalah Kak
Johan. Beliau pengajar sanggar yang aku ikuti. Walaupun saat aku kelas 3 SD, aku
terdaftar sebagai penari, tapi beliau memberiku kesempatan untuk bernyanyi
bersama anaknya dan membuat album kolaborasi religi. Kemudian bersama istrinya,
Kak tari, aku diajar menari. Setelah bernyanyi, mereka mempercayakanku untuk
menari di video klip penyanyi anak-anak saat itu. Mereka fighting
mempertahankan sanggar sampai sekarang. Dengan naik turunnya peserta sanggar, tidak
memadamkan semangat mereka untuk mengajar ilmu yang mereka punya kepada orang
yang memiliki passion dibidangnya.
Bu Rupi, Pembina pramukaku, Guru
Matematikaku. Di kelas 2 SMP aku dipertemukan olehnya. Beliau penemu bakat
matematikaku. Akupun kaget saat beliau bilang bahwa murid kesayangannya yang
sekelas denganku mempunyai saingan baru, yaitu aku. Sontak aku diperhatikan
olehnya. Akupun lebih termotivasi lagi untuk belajar. Lalu beliau
mempercayakanku untuk menjadi salah satu perwakilan sekolah untuk mengikuti
seleksi olimpiade matematika tingkat SMP. Matematika pelajaran sulit bahkan
dibenci para murid, tapi beliau berhasil mengajarkan pelajaran sulit itu kepada
teman-teman dan kepadaku. Melalui solusi, inovasi dan kebijakannya untuk
memberikan kebebasan kepada pelatih pramukaku, maka, Pramuka di SMPku saat itu berkembang.
Bu Nunung, Temanku dan Guru
Ekonomiku. Beliau bukan wali kelasku, tetapi beliau dekat dengan murid yang
ingin dekat dengannya. Di tangannya, pelajaran Ekonomi menjadi mudah. Murid
yang bandel di sekolah perlahan membaik melalui perhatiannya.
Saat kuliah akhirnya akupun
terpanggil untuk menjadi salah satu pengajar di LPPKM IISIP. lembaga CSR
kampusku untuk masyarakat. Bimbel gratis dengan mahasiswa sebagai pengajarnya.
Pesertanya adalah anak-anak sekitar kampusku. Ini menjadi pengalaman berharga
untukku. Ternyata menjadi pengajar tidaklah mudah. Mengatur anak-anak, memberikannya pengertian bahwa yang ini baik dan itu tidak baik. Sulit. Lalu, yang selama ini aku pertanyakan ternyata belum bisa aku miliki
dan terjawab dengan baik.
“Bagaimana cara membuat manusia
yang tidak mengerti jadi dengan mudah mengerti?”
Oh, iya ada 1 cerita yang
mengharukan tentang pengajarku saat kuliah. Pak Rambe, beliau sudah lansia,
beliau mengajar mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Saat dikelas, udah dipastikan
deh aku bakal ngantuk dan pegel. Karena
cara mengajarnya itu yang membosankan dan membuat mahasiswanya terus menerus
menulis materi yang ditampilkan di OHP.
Hal yang membuatku tersenyum
bahkan menangis haru adalah beliau kerap kali ketiduran dikelas dengan posisi
duduk dan bersandar pada tangan di dagunya. Aku haru melihatnya, walaupun
dengan umurnya yang lansia dan cara mengajarnya yang membosankan, beliau tetap
membaktikan dirinya kepada pendidikan. Hal lain yang mengharukan adalah, beliau
datang mengajar masih menggunakan angkutan umum.
Aku sama temen-temen suka
ketemu Pak Rambe nunggu bis di Halte Kampus, sampe beliau ketiduran juga sambil
meluk tas jadulnya itu. Walaupun kami mendapat info bahwa sebenernya beliau
orang mampu dan memiliki anak-anak yang sukses. tapi, beliau tetap memilih transportasi
itu. Sampai akhirnya aku berucap “tidak seharusnya Pak Rambe dengan umur segitu
masih kerja, harusnya beliau menikmati masa tuanya bermain bersama cucu dirumah”
Menjelang akhir masa kuliah, aku
mendapat info bahwa Pak Rambe mulai sakit-sakitan. Lalu, setelah sekian lama
menderita sakit, beliau telah diterima di sisi Tuhan yang Maha Kuasa.
Terimakasih Pak Rambe atas ilmunya. Semoga segala Ilmu yang diberikan selalu
bermanfaat bagi kami. (Regita Kurniavi)
Sumber gambar:
http://www.riau.go.id/riau1/news_images/814470389Guru%20PAUD.jpg
http://hadisutrisno.com/wp-content/uploads/2009/11/partitur-himne-guru3.jpg
bustangbuhari.files.wordpress.com/2011/12/photo0556.jpg
http://bjoconsulting.blogs.com/photos/foto/seminar-iisip-jakarta.jpg